Suatu komponen struktur dan mesin agar berfungsi
dengan baik sebagaimana mestinya sangat tergantung pada sifat-sifat yang
dimiliki material. Material yang tersedia dan dapat digunakan oleh para
engineer sangat beraneka ragam, seperti logam, polimer, keramik, gelas, dan
komposit. Sifat yang dimiliki oleh material terkadang membatasi kinerjanya.
Namun demikian, jarang sekali kinerja suatu material hanya ditentukan oleh satu
sifat, tetapi lebih kepada kombinasi dari beberapa sifat. Salah satu contohnya
adalah ketahanan-aus ( wear resistance ) merupakan fungsi dari beberapa sifat
material (kekerasan, kekuatan, dll), friksi serta pelumasan. Oleh sebab itu
penelaahan subyek ini yang dikenal dengan nama ilmu Tribologi. Keausan
dapat didefinisikan sebagai rusaknya permukaan padatan, umumnya melibatkan
kehilangan material yang progesif akibat adanya gesekan (friksi) antar
permukaan padatan. Keausan bukan merupakan sifat dasar material, melainkan
respon material terhadap sistem luar (kontak permukaan). Keausan merupakan hal
yang biasa terjadi pada setiap material yang mengalami gesekan dengan material
lain. Material apapun dapat mengalami keausan disebabkan oleh mekanisme yang
beragam. Keausan telah menjadi perhatian praktis sejak lama, tetapi hingga
beberapa saat lamanya masih belum mendapatkan penjelasan ilmiah yang besar
sebagaimana halnya pada mekanisme kerusakan akibat pembebanan tarik, impak, puntir
atau fatigue. Hal ini disebabkan masih lebih mudah untuk mengganti
komponen/part suatu sistem dibandingkan melakukan disain komponen dengan
ketahanan/umur pakai (life) yang lama.
Contohnya :
·
Uang logam manjadi
tumpul setelah lama dipakai akibat bergesekan dengan kain dan jari manusia.
·
Pensil mejadi tumpul
akibat bersesek dengan kertas, jalan kerena menjadi legok atau tumpul akibat
digelindingi oleh roda kereta terus menerus.
·
Hanya makhluk hidup
(sendi tulang) yang tidak rusak akibat keausan disebabkan memilki kemampuan
penyembuhan diri. Dengan pertumbuhan. Namun ada juga organ yang tidak punya
kemampuan pulih, misalnya gigi.
Studi tentang
keausan secatra sistematik dihampat oleh dua faktor utama yaitu
Ø Adanya
sejumlah mekanisme proses keausan yang bekerja terpisah.
Ø Kesulitan
mengukur jumlah kecil materi yang terlibat.
Pengujian
keausan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode dan teknik, yang semuanya
bertujuan untuk mensimulasikan kondisi keausan aktual. Salah satunya adalah
metode Ogoshi dimana benda uji memperoleh beban gesek dari cincin yang berputar
(revolving disc). Pembebanan gesek ini akan menghasilkan kontak antar permukaan
yang berulang-ulang yang pada akhirnya akan mengambil sebagian material pada
permukaan benda uji. Besarnya jejak permukaan dari material tergesek itulah
yang dijadikan dasar penentuan tingkat keausan pada material. Semakin besar dan
dalam jejak keausan maka semakin tinggi volume material yang terkelupas dari
benda uji. Ilustrasi skematis dari kontak permukaan antara revolving disc dan
benda uji diberikan oleh Gambar berikut ini :
Material jenis apapun akan
mengalami keausan dengan mekanisme yangberagam , yaitu keausan adhesive,
keausan abrasive, keausanfatik, dan keausan oksidasi. Dibawah ini diberikan
penjelasan ringkas dari mekanisme-mekanisme tersebut.
Mekanisme keausan terdiri dari :
1.
Keausan adhesive
(Adhesive wear)
Terjadi bila kontak permukaan dari dua material atau
lebih mengakibatkan adanya perlekatan satu sama lainnya ( adhesive ) serta
deformasi plastis dan pada akhirnya terjadi pelepasan / pengoyakan salah satu
material seperti di perlihatkan pada gambar 2 di bawah ini :
Faktor yang menyebabkan adhesive wear :
1. Kecenderungan
dari material yang berbeda untukmembentuk larutan padat atau senyawa
intermetalik.
2. Kebersihan
permukaan.
Jumlah wear debris akibat terjadinya aus melalui
mekanismeadhesif ini dapat dikurangi dengan cara ,antara lain :
Ø Menggunakan
material keras.
Ø Material
dengan jenis yang berbeda, misal berbedastruktur kristalnya.
Keausan adesi tidak diinginkan karena dua alasan :
1. Kehilangan
materi pada akhirnya membawa pada menurunnyanya unjuk kerja suatu mekanisme.
2. Pembentukan
partikel keausan pada pasangan permukaan slidding yang sangat rapat dapat
menyebabkan mekanisme terhambat atau mahkan macet, padahal umur peralatan masih
baru.
2.
Keausan Abrasif
(Abrasive wear)
Terjadi bila
suatu partikel keras (asperity) dari material tertentu meluncur pada permukaan
material lain yang lebih lunak sehingga terjadi penetrasi atau pemotongan
material yang lebih lunak , seperti diperlihatkan pada Gambar 3 di bawah ini.
Tingkat keausan pada mekanisme iniditentukan oleh derajat kebebasan (degree of
freedom) partikel keras atau asperity tersebut. Sebagai contoh partikel pasir
silica akan menghasilkan keausan yang lebih tinggi ketika diikat pada suatu
permukaan seperti pada kertas amplas, dibandingkan bila pertikel tersebut
berada di dalam sistem slury. Pada kasus pertama, partikel tersebut kemungkinan
akan tertarik sepanjang permukaan dan akhirnya mengakibatkan pengoyakan.
Sementara pada kasus terakhir, partikel tersebut mungkin hanya berputar (
rolling ) tanpa efek abrasi.
Faktor yang berperan
dalam kaitannya dengan ketahanan material terhadap abrasive wear antara lain:
1. Material hardness
2. Kondisi struktur mikro
3. Ukuran abrasif
4. Bentuk
Abrasif Bentuk kerusakan permukaan akibat abrasive
wear, antara lain :
1. Scratching
2. Scoring
3. Gouging
hanya
satu interaksi, sementara pada keausan fatik dibutuhkan interaksi multi.
Keausan ini terjadi akibat interaksi permukaan dimana permukaan yang mengalami
beban berulang akan mengarah pada pembentukan retak-retak mikro. Retak-retak
mikro tersebut pada akhirnya menyatu dan menghasilkan pengelupasan material.
Tingkat keausan sangat bergantungpada tingkat pembebanan. Gambar 4 memberikan skematismekanisme
keausan lelah :
4.
Keausan Oksidasi/Korosif ( Corrosive wear )
Proses kerusakan
dimulai dengan adanya perubahan kimiawi material di permukaan oleh faktor
lingkungan. Kontak dengan lingkungan ini menghasilkan pembentukan lapisan pada
permukaan dengan sifat yang berbeda dengan material induk. Sebagai
konsekuensinya, material akan mengarah kepada perpatahan interface antara
lapisan permukaan dan material induk dan akhirnya seluruh lapisan permukaan itu
akan tercabut.
5.
Keausan Erosi ( Erosion wear )
Proses erosi
disebabkan oleh gas dan cairan yang membawa partikel padatan yang membentur
permukaan material. Jika sudut benturannya kecil, keausan yang dihasilkan
analog dengan abrasive. Namun, jika sudut benturannya membentuk sudut gaya
normal ( 90 derajat ), maka keausan yang terjadi akan mengakibatkan brittle
failure pada permukaannya, skematis pengujiannya seperti terlihat pada gambar
di bawah ini :
.
Jenis-jenis korosi,
penyebab dan mekanisme terjadinya
Secara umum defenisi dari korosi adalah
perusakan material secara kimia atau elektrokimia dengan lingkungan. Selain itu
korosi juga di definisikan sebagai degradasi
material (logam dan paduannya) akibat reaksi kimia dengan lingkungan. Contoh
perusakan kimia adalah pengkaratan yang terjadi akibat gas pada temperature
tinggi, sedangkan reaksi elektrokimia dapat di lihat pada sel galvanik.
Adapun
syarat terjadinya korosi adalah :
·
Adanya katoda
·
Adanya anoda
·
Adanya lingkungan
Tanpa adanya salah satu syarat di atas
maka korosi tidak akan terjadi. Korosi tidak dapat di hilangkan tetapi hanya
dapat di minimalisir pertumbuhannya.
Pada proses korosi ada dua reaksi yang menyebabakan terjadinya
korosi yaitu reaksi oksidasi dan reaksi reduksi. Pada reaksi oksidasi akan
terjadi pelepasan elektron oleh material yang lebih bersifat anodik. Sedangkan
reaksi reduksi adalah pemakaian elektron oleh material yang lebih bersifat
katodik.Proses korosi
secara galvanis dapat kita lihat pada gambar berikut :
Gambar 4.1 Proses Korosi
Pada reaksi di atas dapat kita lihat
dimana Cu bertindak sebagai katoda mengalami pertambahan massa dengan
melekatnya electron pada Cu. Sedangkan Zn bertindak sebagai anoda, dimana
terjadinya pengurangan massa Zn yang di tandai dengan lepasnya electron dari
Zn. Peristiwa pelepasan dan penerimaan elektron ini harus mempunyai lingkungan,
dimana yang menjadi lingkungan adalah Asam Sulfat. Jika ada dua buah unsur yang di celupkan
dalam larutan elektrolit yang di hubungkan dengan sumber arus maka yang akan
mengalami korosi adalah material yang lebih anodik.
Untuk mengetahui unsur yang lebih anodik
dan lebih katodik dapat kita lihat pada deret Volta. Berikut deret Volta :
K – Ca – Na – Mn
– Al – Zn – Fe – Sn – Pb – H – Cu – Hg – Ag – Pt – Au
Anodik ⟷ Katodik
Selain contoh reaksi sebelumnya kita
juga dapat lihat peristiwa korosi lainnya yaitu pada peristiwa perkaratan
(korosi) logam Fe mengalami oksidasi dan oksigen (udara) mengalami reduksi.
Rumus kimia dari karat besi adalah Fe2O3 . xH2O
dan berwarna coklat-merah. Pada korosi besi, bagian tertentu dari besi itu
berlaku sebagai anoda, dimana besi mengalami oksidasi.
Fe(s) -----> Fe2+(aq) +2e E=+0,44V
O2(g) + 2H2O(l)
+4e ----> 4OH E=+0,40V
Ion
besi (II) yg terbentuk pada anoda selanjutnya teroksidasi membentuk ion besi
(III) yang kemudian membentuk senyawa oksida terhidrasi Fe2O3
. xH2O.
Berdasarkan
sifatnya korosi terbagi atas :
1.
Korosi Aktif
Ciri-ciri dari korosi
aktif ini antara lain :
·
Mudah melepaskan ion
·
Mudah menempel di
tangan
Contoh : Paku yang
berkarat
2.
Korosi Pasif
Ciri-ciri dari korosi
pasif ini antara lain :
·
Sulit melepaskan ion
·
Sulit menempel di
tangan
Contoh : Korosi pada AL
Jenis-jenis Korosi
1. Uniform or general attack corrosion
(korosi seragam)
Korosi
seragam adalah korosi yang terjadi pada permukaan material akibat bereaksi
dengan oksigen Biasanya korosi seragam ini terjadi pada material yang memiliki
ukuran butir yang halus dan homogenitas
yang tinggi.
Gambar
4.2 Korosi Seragam
Cara pengendalian dari
korosi seragam adalah :
·
Dengan melakukan pelapisan
dengan cat atau dengan material yang
lebih anodik.
·
Melakukan inhibitas dan cathodic protection.
2.
Rithing Corossion (Korosi Sumuran
atau kawah)
Korosi
sumuran adalah korosi yang terjadi akibat cacat pada permukaan material seperti
celah atau lubang kecil. Pada daerah cacat ini akan lebih anodik dibandingkan
permukaan material sehingga korosi akan menuju bagian dalam material.
Gambar
4.3 Korosi Sumuran
Cara
pengendalian korosi sumuran adalah :
·
Hindari permukaan logam
dari cacat goresan.
·
Perhalus permukaan
material.
·
Hindari variasi yang
sedikit pada komposisi material.
3. Crevice
Corrosion (korosi celah)
Korosi
celah adalah korosi yang di temukan pada daerah berkonsentrasi rendah atau
korosi yang terjadi pada celah yan terbentuk akibat pendempetan material. Pada
celah, kadar oksigen lebih rendah dari lingkungannya sehingga elektron akan
berpindah pada kadar oksigen yang tinggi sehingga terjadi korosi. Korosi celah
sering terjadi pada sambungan paku.
Gambar 4.4 Korosi Celah
Cara
pengendalian korosi celah :
·
Hindari pemakaian
sambungan paku keling atau baut, gunakan
sambungan las.
·
Gunakan gasket non absorbing.
·
Usahakan menghindari
daerah dengan aliran udara.
4. Intergranular
Corrosion (korosi batas butir)
Korosi batas
butir adalah korosi yang terjadi pada atau di sepanjang batas butir dan batas
butir bersifat anodik dan bagian tegah butir bersifat katodik. Korosi ini
terjadi akibat presipitasi dari
pengotor seperti khromium di batas
butir, yang menyebabkan batas butir menjadi rentan terhadap serangan korosi.
Dimana presipitat krom karbida terbentuk karena karbon meningkat yang ada di
sekitarnya, sehingga krom disekitarnya akan berkurang dan terjadi korosi.
Proses terbentuknya presipitat karbon karbida disebut sentisiasi. Terjadi pada temperatur 500-800 sehingga kekurangan krom
yang memudahkan terjadinya korosi.
Cara
pengendalian korosi batas butir adalah :
·
Turunkan kadar Karbon
dibawah 0,03%.
·
Tambahkan paduan yang
dapat mengikat Karbon.
·
Pendinginan cepat dari
temperatur tinggi.
·
Pelarutan karbida
melalui pemanasan.
·
Hindari Pengelasan.
5. Stress
Corossion (korosi tegangan)
Korosi
tegangan adalah korosi yang di sebabkan adanya tegangan tarik yang
mengakibatkan terjadinya retak. Tegangan ini di sebabkan pada temperatur dan deformasi yang berbeda.
Berikut
retak serta bentuk penjalarannya yang di akibatkan oleh korosi tegangan :
Gambar
4.6 Korosi Tegangan
Cara
pengendalian korosi tegangan adalah :
·
Turunkan tegangan sisa
termal
·
Kurangi beban luar atau
perbesar area potongan
6. Errosion
Corrosion (korosi erosi)
Korosi
erosi adalah korosi yang di sebabkan oleh erosi yang mengikis lapisan pelindung
material , zat erosi itu dapat berupa fluida yang mengandung material abrasive. Korosi tipe ini sering di temui
pada pipa-pipa minyak.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi korosi ini antara lain :
· Persentase
ketidaksamaan, material yang lebih anodik
· Area
permukaan Anodik dan Katodik
· Temperatur
· Persentase
larutan elektrolit
· Kesediaan
oksigen
Gambar
4.7 Korosi Erosi
Cara
pengendalian korosi erosi :
·
Menghindari partikel
abrasive pada fluida
·
Mengurangi kecepatan
aliran fluida
7. Selectif
Corrosion
Selectif
corrosion adalah korosi yang menyerang unsur di dalam logam akibat perbedaan
potensial unsur utamanya. Korosi ini di sebabkan karena komposisi yang tidak
Gambar
4.8 Selectif
Corrosion
Cara
pengendalian selective korosi :
·
Menghindari komposisi
yang berbeda dari material penyusun.
8. Korosi Galvanik
Korosi
galvanik adalah korosi yang terjadi pada dua logam yang berbeda jenis jika di
hubungkan. Korosi ini juga terjadi karena pasangan elektrikal pada dua logam
atau paduan logam yang memiliki perbedaan komposisi. Logam yang lebih anodik akan
terkorosi sementara logam lainnya yang lebih katodik akan terlindungi. Posisi
logam pada deret volta akan menentukan apakan suatu logam lebih anodik atau
katodik
Pengendalian korosi galvanic adalah
:
·
Hindari pemakaian 2
jenis logam yang berbeda
·
|
Pergunakan logam yang lebih anodik
dengan rasio yang lebih besar dibanding
logam katodik
·
Lapisi pada pertemuan
dua logam yang berbeda jenis
·
Gunakan logam ketiga
yang lebih anodik
Metoda-metoda
yang di lakukan dalam pengendalian korosi adalah :
·
Mengisolasi logam dari
lingkungannya
·
Mengurangi ion hydrogen
di dalam lingkungan yang di kenal dengan mineralisasi
·
Mengurangi oksigen yang
larut dalam air
·
Mencegah kontak dari
dua material yang tidak sejenis
·
Memilih logam-logam
yang memiliki unsure-unsur yang berdekatan
·
Mencegah celah atau
menutup celah
·
Mengadakan proteksi
katodik,dengan menempelkan anoda umpan.
uraian di atas copas dari TUGAS ANALISIS
KERUSAKANDAN PERAWATAN MESIN universitas andalas milik mas japrianto .
semoga bermanfaat bertambah pengetahuan untuk diri saya dan teman teman pembaca.
No comments:
Post a Comment